POTRET POLA MAKAN PENDUDUK INDONESIA SAAT INI

Akhir tahun 2014 Kementerian Kesehatan selesai melakukan Studi Diet Total di 33 propinsi. Studi Diet Total (SDT) dilakukan untuk melihat kecukupan asupan zat gizi dan paparan cemaran kimia makanan yang dikonsumsi penduduk Indonesia. Dalam studi yang dilakukan peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes ini sebanyak 46.238 RT rumah tangga dikunjungi dan 162.044 anggota rrumah tangga diwawancarai.

Demikian disampaikan peneliti SDT Dr. Ir. Dewi Parmaesih, M.Kes pada acara Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) di ruang Teater Badan Litbangkes, Jakarta (25/3). Hadir pada acara ini para peneliti dari Kemenkes dan lembaga lain serta Komisi Ilmiah badan Litbangkes.

Studi Diet Total dilakukan dalam 2 tahap yaitu Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) dan Analisis Cemaran Kimia Makanan (ACKM). Adapun hasil SKMI tahun 2014 menunjukkan :
1. Sumber kalori utama adalah serealia dan umbi-umbian. Untuk serealia konsumsi tertinggi adalah beras, disusul mie, olahan terigu, terigu, olahan beras, serta jagung dan olahannya.
2. Terkait konsumsi Gula, Garam, Lemak (GGL), hasil survei menunjukkan bahwa konsumsi Gula sebesar 14,2 gram, Garam 3,6 gram, dan Minyak 20,6 gram. Konsumsi gula tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, konsumsi garam tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan konsumsi minyak tertinggi di DKI Jakarta.
3. Dengan menggunakan batasan bahwa asupan kalori < 70% AKE dianggap sebagai kurang, maka proporsi asupan kalori < 70% AKE masing-masing kelompok umur adalah 0-59 bulan (6,8%), 5-12 tahun (29,7%), 13-18 tahun (52,5%), 19-55 tahun (50%), dan >= 55 tahun (44,6%).
4. Dengan menggunakan batasan bahwa kekurangan protein apabila asupan protein <80% AKP, maka proporsi kurang asupan protein masing-masing kelompok umur adalah 0-59 bulan (23,6%), 5-12 tahun (29,3%), 13-18 tahun (48,1%), 19-55 tahun (33,8%), dan >= 55 tahun (45,8%).
5. Apabila kurang kalori dan kurang protein dikombinasikan, maka secara nasional, proporsi kurang kalori dan protein adalah sebesar 29,4 persen. Tiga provinsi yang proporsi kurang kalori dan proteinnya tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Lampung.
6. Dilihat dari sisi kelebihan asupan kalori dan protein, yakni asupan kalori 100 persen dan protein 100 persen, maka secara nasional, proporsi penduduk dengan asupan kalori dan protein yang melebihi 100 persen adalah sebesar 18,3 persen. Tiga provinsi teratas dengan asupan kalori dan protein lebih dari 100 persen AKG adalah DKI Jakarta, Kep. Riau, dan Bangka Belitung.
7. Untuk asupan gizi ibu hamil, dengan batasan bahwa asupan kalori <70% AKE dianggap sebagai kekurangan asupan gizi, maka proporsi ibu hamil dengan kekurangan asupan gizi adalah sekitar 52 persen (perkotaan 51,5%, perdesaan 52,9%).

Dari hasil SKMI 2014 tersebut, rekomendasi kebijakan untuk pembangunan gizi diantaranya adalah Perlu dirumuskan kebijakan penganekaragaman makanan pokok yang berbasis makanan lokal; Perlu kebijakan peningkatan potensi hasil laut sebagai sumber protein hewani bagi penduduk; Perlu dirumuskan kebijakan untuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah melalui edukasi dan peningkatan ketersediaan sayuran dan buah dengan harga yang terjangkau; Perlu dirumuskan kebijakan untuk melindungi anak dari konsumsi minuman kemasan yang berlebihan; Perlu dirumuskan kebijakan dalam rangka pencegahan bayi BBLR dan stunting dengan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang fokus tidak hanya pada kebutuhan zat gizi mikro tetapi termasuk juga kebutuhan zat gizi makro.

Hasil SKMI 2014 juga merekomendasikan upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko mengonsumsi berlebih gula, garam dan minyak/lemak melalui edukasi atau kampanye; meningkatkan pengetahuan gizi remaja melalui usaha kesehatan sekolah (UKS): meningkatkan kembali program ketahanan pangan dan gizi (food and nutrition security); memberikan penyuluhan terkait kelebihan asupan energi untuk mencegah obesitas, sebagai faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM) mengingat proporsi Balita dengan tingkat kecukupan energi lebih dari AKG (>130% AKE), hampir mencapai 20 persen maka pemerintah juga harus; serta melakukan analisis lebih lanjut untuk mengkaji hal-hal khusus pada anak bawah lima tahun berkaitan dengan ASI eksklusif, MPASI dan jenis makanan yang diberikan pada bayi 6-11 bulan dan 12 bulan-23 bulan.

Badan Litbangkes secara berkala mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam bentuk Pertemuan Ilmuah Berkela (PIB). Hal ini dilakukan sebagai upaya memberikan informasi dalam pengambilan kebijakan di tingkat Pusat dan Daerah. Selain itu PIB juga bertujuan membangun suasana ilmiah, meningkatkan mutu penelitian, dan memperkenalkan hasil penelitian ke stakeholders dan masyarakat luas.


Akhir tahun 2014 Kementerian Kesehatan selesai melakukan Studi Diet Total di 33 propinsi. Studi Diet Total (SDT) dilakukan untuk melihat kecukupan asupan zat gizi dan paparan cemaran kimia makanan yang dikonsumsi penduduk Indonesia. Dalam studi yang dilakukan peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes ini sebanyak 46.238 RT rumah tangga dikunjungi dan 162.044 anggota rrumah tangga diwawancarai.

Demikian disampaikan peneliti SDT Dr. Ir. Dewi Parmaesih, M.Kes pada acara Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) di ruang Teater Badan Litbangkes, Jakarta (25/3). Hadir pada acara ini para peneliti dari Kemenkes dan lembaga lain serta Komisi Ilmiah badan Litbangkes.

Studi Diet Total dilakukan dalam 2 tahap yaitu Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) dan Analisis Cemaran Kimia Makanan (ACKM). Adapun hasil SKMI tahun 2014 menunjukkan :
1. Sumber kalori utama adalah serealia dan umbi-umbian. Untuk serealia konsumsi tertinggi adalah beras, disusul mie, olahan terigu, terigu, olahan beras, serta jagung dan olahannya.
2. Terkait konsumsi Gula, Garam, Lemak (GGL), hasil survei menunjukkan bahwa konsumsi Gula sebesar 14,2 gram, Garam 3,6 gram, dan Minyak 20,6 gram. Konsumsi gula tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, konsumsi garam tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan konsumsi minyak tertinggi di DKI Jakarta.
3. Dengan menggunakan batasan bahwa asupan kalori < 70% AKE dianggap sebagai kurang, maka proporsi asupan kalori < 70% AKE masing-masing kelompok umur adalah 0-59 bulan (6,8%), 5-12 tahun (29,7%), 13-18 tahun (52,5%), 19-55 tahun (50%), dan >= 55 tahun (44,6%).
4. Dengan menggunakan batasan bahwa kekurangan protein apabila asupan protein <80% AKP, maka proporsi kurang asupan protein masing-masing kelompok umur adalah 0-59 bulan (23,6%), 5-12 tahun (29,3%), 13-18 tahun (48,1%), 19-55 tahun (33,8%), dan >= 55 tahun (45,8%).
5. Apabila kurang kalori dan kurang protein dikombinasikan, maka secara nasional, proporsi kurang kalori dan protein adalah sebesar 29,4 persen. Tiga provinsi yang proporsi kurang kalori dan proteinnya tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Lampung.
6. Dilihat dari sisi kelebihan asupan kalori dan protein, yakni asupan kalori 100 persen dan protein 100 persen, maka secara nasional, proporsi penduduk dengan asupan kalori dan protein yang melebihi 100 persen adalah sebesar 18,3 persen. Tiga provinsi teratas dengan asupan kalori dan protein lebih dari 100 persen AKG adalah DKI Jakarta, Kep. Riau, dan Bangka Belitung.
7. Untuk asupan gizi ibu hamil, dengan batasan bahwa asupan kalori <70% AKE dianggap sebagai kekurangan asupan gizi, maka proporsi ibu hamil dengan kekurangan asupan gizi adalah sekitar 52 persen (perkotaan 51,5%, perdesaan 52,9%).

Dari hasil SKMI 2014 tersebut, rekomendasi kebijakan untuk pembangunan gizi diantaranya adalah Perlu dirumuskan kebijakan penganekaragaman makanan pokok yang berbasis makanan lokal; Perlu kebijakan peningkatan potensi hasil laut sebagai sumber protein hewani bagi penduduk; Perlu dirumuskan kebijakan untuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah melalui edukasi dan peningkatan ketersediaan sayuran dan buah dengan harga yang terjangkau; Perlu dirumuskan kebijakan untuk melindungi anak dari konsumsi minuman kemasan yang berlebihan; Perlu dirumuskan kebijakan dalam rangka pencegahan bayi BBLR dan stunting dengan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang fokus tidak hanya pada kebutuhan zat gizi mikro tetapi termasuk juga kebutuhan zat gizi makro.

Hasil SKMI 2014 juga merekomendasikan upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko mengonsumsi berlebih gula, garam dan minyak/lemak melalui edukasi atau kampanye; meningkatkan pengetahuan gizi remaja melalui usaha kesehatan sekolah (UKS): meningkatkan kembali program ketahanan pangan dan gizi (food and nutrition security); memberikan penyuluhan terkait kelebihan asupan energi untuk mencegah obesitas, sebagai faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM) mengingat proporsi Balita dengan tingkat kecukupan energi lebih dari AKG (>130% AKE), hampir mencapai 20 persen maka pemerintah juga harus; serta melakukan analisis lebih lanjut untuk mengkaji hal-hal khusus pada anak bawah lima tahun berkaitan dengan ASI eksklusif, MPASI dan jenis makanan yang diberikan pada bayi 6-11 bulan dan 12 bulan-23 bulan.

Badan Litbangkes secara berkala mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam bentuk Pertemuan Ilmuah Berkela (PIB). Hal ini dilakukan sebagai upaya memberikan informasi dalam pengambilan kebijakan di tingkat Pusat dan Daerah. Selain itu PIB juga bertujuan membangun suasana ilmiah, meningkatkan mutu penelitian, dan memperkenalkan hasil penelitian ke stakeholders dan masyarakat luas.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak[at]depkes[dot]go[dot]id. - See more at: http://www.depkes.go.id/article/view/15041400003/studi-diet-total-potret-pola-makan-penduduk-indonesia-saat-ini.html#sthash.akybFQB3.dpuf